Minggu, 01 April 2018

Time Line Sewindu

2010

Kami pertama kali kenal di tempat kerja.
Menjalin hubungan beberapa bulan kemudian.
Semua orang meragukan tapi kami tetap jalani dengan santai.

2011

Setahun berlalu kami masih bersama.
Belum berani melangkah ke jenjang yang lebih serius.
Masih ada yang perlu dia selesaikan.

2012

Tanpa rencana kami masih bersama di tahun ketiga.
Rasa nyaman mulai tumbuh saat bersama.
Mau kemana kita, kami saling bertanya.

2013

Sepakat kami akan jalani lebih serius.
Setelah semua hal selesai dan tak ada beban.

2014

Tak ada yang mengira, bapak pergi tiba-tiba.
Sebelum sempat kami meminta izin.
Namun, rencana sudah dibuat, dan kami melangkah dengan pasti.
Resmi sebagai suami istri.

2015

Ada sesuatu di rahim saya, bukan calon janin.
Segera kami putuskan untuk dilakukan tindakan.
Lega karena bukan sesuatu yang berbahaya, kami lanjutkan ikhtiar.

2016

Alhamdulilah, positif hasil tesnya.
Namun, Allah punya rencana lain.
Bayi kami lahir namun tak dapat bertahan.
Ikhlas, kami relakan dia pergi.

2017

Kami terus berikhtiar.
Allah menjawab doa kami.
Sedikit trauma, kami jaga dengan ekstra.

2018

Putri kedua kami lahir dengan selamat.
Di atas keyakinan kami pada Allah bahwa rencana-Nya lebih indah buat kami.
Dengan menyebut nama-Nya kami memulai lembaran sebagai orang tua.


Senin, 19 Februari 2018

Shiroi Koibito Park, Pabrik Coklat yang Cantik

Pertengahan tahun lalu, tepatnya Juli 2017, saya berkesempatan mengunjungi salah satu kota di pulau paling utara Jepang, yakni Sapporo, Hokkaido. Pada kesempatan itu, saya dan teman ditugaskan untuk menghadiri meeting tahunan dari kantor dan bertemu rekan-rekan dari perwakilan kantor di beberapa negara Asia. Agenda selama kunjungan tersebut tidak hanya meeting, tetapi juga kunjungan ke beberapa lokasi wisata di Sapporo. Salah satu yang kami kunjungi adalah Shiroi Koibito Park.




Dari namanya, saya semula berpikir ini hanya taman biasa. Akan tetapi, saat menyusuri jalan dari stasiun bawah tanah, saya disuguhi bangunan dengan arsitektur cantik ala Eropa. Tidak ketinggalan kanopi pada setiap jendela etalase. Saya pun kembali terpukau pada cantiknya gerbang masuk Shiroi Koibito ini. Hamparan bunga mawar cantik bertebaran memenuhi taman, dengan latar bangunan bergaya Eropa yang ternyata adalah bangunan pabrik coklat yang sudah berdiri sejak tahun 1976.





Ada sekitar 120 jenis mawar yang ditanam dan ditata dengan sangat cantik. Berbagai aksesoris juga memenuhi taman, seperti air mancur, lengkungan bunga, bahkan ada terowongan kecil yang nantinya akan memunculkan kita di tengah-tengah hamparan mawar. Taman ini dibuka untuk umum dan kita tidak perlu membayar tiket masuk jika tujuannya untuk menikmati keindahan taman.



Nah, seperti yang tadi saya bilang, tempat ini bukan sekedar taman. Akan tetapi merupakan pabrik coklat yang dirancang dengan sangat indah. Shiroi Koibito itu sendiri adalah nama merk dagang atas penganan yang diproduksi oleh perusahaan Ishiya, Co.,Ltd. Bentuknya serupa dengan kue lidah kucing yang berbentuk kotak dengan coklat ditengahnya dan disusun seperti roti lapis. Di dalam bangunan bergaya Eropa itulah penganan khas Hokkaido ini dibuat. Berhubung di antara rombongan kami ada orang Jepang asli, maka kami tidak perlu menyewa tour guide. Selain itu, penjelasan yang ada juga tersedia dalam Bahasa Inggris dan Cina.

Melalui lorong-lorong di lantai dua bangunan tersebut, saya diajak untuk mengetahui sejarah pembuatan coklat dari mulai biji hingga menjadi coklat yang bisa kita makan. Etalase berisi beragam koleksi kotak coklat juga dipamerkan. Salah satu kotak coklat yang dipamerkan bertuliskan ejaan Bahasa Melayu lama.




Memasuki pertengahan bangunan, lorong dengan kaca menyajikan pemandangan langsung ke arah mesin-mesin pencetak coklat. Beberapa pekerja terlihat sedang bertugas di ruangan bawah di antara mesin pencetak. Kondisi pabrik terlihat sangat bersih dan hiasan di bagian atas juga penuh dekorasi lucu.




Penjelasan proses pembuatan coklat dapat dibaca pada poster-poster yang berada di sepanjang dinding lorong.

Setelah menyusuri jalur tur pabrik, kami diarahkan pada toko souvenir yang menjual produk coklat original berbagai varian rasa, dan juga beberapa jenis kudapan lain, seperti es krim, kue-kue manis, dan sebagainya.



Di antara fasilitas yang ada, penyelenggara juga menyediakan jasa foto professional di spot-spot tertentu. Hasil foto tersebut nantinya bisa dicetak di kotak coklat khusus dan bisa jadi kenang-kenangan kita.


Jumat, 26 Januari 2018

Mana yang Lebih Simpel: Seragam atau Pakaian Bebas Untuk Kerja?

Hampir setiap hari, saya pasti melontarkan pertanyaan pada suami saya mengenai pakaian apa yang bisa saya gunakan hari itu. Meskipun sebenarnya pertanyaan tersebut lebih bersifat retoris, suami saya tetap sabar menjawab, “pakai yang ada saja.” Akan tetapi, jawaban itu hanya terucap beberapa kali, selebihnya dia diam saja. Tahu benar bahwa memang pertanyaan itu tak perlu dijawab.

Adegan seperti itu tidak pernah terjadi sebelum saya pindah ke kantor yang sekarang. Tempat saya bekerja sebelumnya mewajibkan karyawannya untuk mengenakan seragam yang disediakan oleh perusahaan, dengan dresscode yang berbeda setiap harinya. Tanpa harus pusing memilih pakaian, saya pun hanya mengikuti aturan dalam berpakaian setiap harinya. Sama halnya dengan suami, dia pun tidak perlu repot-repot menentukan, sudah ada aturan seragam yang akan dipakai. Seringkali aturan ini cukup membosankan, terutama bagi perempuan stylist – bukan saya maksudnya. Setiap hari pakai seragam yang itu-itu saja tanpa ada kebebasan mix-and-match.

Namun sekarang, saya bekerja pada perusahaan yang tidak memberlakukan prosedur seragam kerja. Alhasil, saya perlu mempersiapkan apa yang akan dipakai hari itu. Karena tidak ada aturan khusus, maka saya bebas saja menggunakan pakaian apapun setiap harinya. Akan tetapi, tidak semudah itu kenyataannya. Setiap pagi saya pasti membutuhkan waktu lebih lama menentukan setelan apa yang akan dipakai. Atasan ini dengan bawahan itu, belum lagi jilbab yang sesuai dengan setelan.

Saking seringnya saya galau akan pilihan baju ini, suami saya menyarankan untuk menerapkan aturan seragam seperti sebelumnya, hanya saja dengan jenis pakaian yang saya punya. Semisal, hari Senin waktunya warna merah, Selasa warna lainnya, Rabu bisa gunakan rok, dan seterusnya. Suatu waktu dia malah menyarankan untuk menyesuaikan dengan seragam kantornya. Jadi, dengan cepat saya bisa menentukan pilihan setelan mana yang akan dipakai.

Dengan percobaan beberapa kali, saya mendapati hal ini lebih mudah, dan tentunya menghemat waktu di pagi hari. Saya hanya perlu menentukan jenis ‘seragam’ yang akan digunakan dan memilih pakaian yang sesuai. Jika sedang bosan dengan metode ‘seragam’ ini, saya bisa kembali bebas memilih pakaian apa saja yang ingin dipakai.


Dari pengalaman di dua tipe perusahaan itu, saya mendapati bahwa lebih simpel jika kita bekerja dengan mengenakan seragam. Kita tidak perlu pusing dalam menentukan jenis pakaian setiap harinya. Pengeluaran akan pakaian kerjapun berkurang. Kamu punya pendapat yang sama atau berbeda?