Jumat, 15 Desember 2017

Mulai lagi yuuk

Jadi yaa, setahun yang lalu - liat posting saya terakhir - saya cuma nulis sedikit aja tentang gimana pasrahnya saya menjelang proses lahiran anak pertama. Dan memang akhirnya, pasrah aja menjalani proses, dari perjalanan menuju RS, masuk ruang periksa, masuk ruang inap, dicek darah, diganti baju, sampai masuk ruang operasi dan menunggu sekian lama karena dokternya telat. Jadwal awal operasi SC mulai jam 2 siang, daaan dua setengah jam kemudian barulah dokter datang. Udah kedinginan, cemas, gelisah, tapi pasrah nerima suntikan epidural - well, you know-lah gimana rasanya. Sejam kemudian operasi selesai dan dede bayi langsung dibawa ke ruang perawatan.

Selama 24 jam kemudian saya dilarang bangun, cuma boleh miring kanan miring kiri. Jadi, saat kira-kira 10 jam kemudian suami dipanggil suster dengan tergesa-gesa, saya gak bisa apa-apa, cuma bisa berdoa dan berdoa. Hanya selang 4 jam kemudian, suster datang dan memberi kabar duka bahwa dede sudah pergi untuk selamanya.

Sedih? Jelas lah yaa. Tapi persiapan mental untuk menghadapi ini sudah dimulai sejak kandungan usia 18 minggu, jadi yang jelas udah sangat pasrah dan ikhlas. Dede bayi sudah di tempat yang lebih baik. Saya dan suami harus move-on melanjutkan hidup.


====

Dua bulan setengah cuti melahirkan tanpa ada bayi cukup membuat saya depresi. Di rumah sendirian sepanjang hari dan kesakitan pasca operasi. Alhamdulillah suami tetap mengambil cuti panjang untuk membantu proses pemulihan dari luka SC-nya. Saat suami harus kembali bekerja, saya sudah bisa duduk di lantai sendiri meski harus dengan sangat perlahan. Semua pekerjaan rumah tangga diambil alih suami sampai saya bisa sanggup jalan dari kamar ke dapur tanpa kendala. Dan setelah dua bulan, saya sudah mulai beraktivitas normal, meskipun pastinya masih ada rasa nyeri dan sebagainya.

Begitu bisa beraktivitas, saya mulai bosan di rumah dan memutuskan untuk mempercepat cuti dan kembali bekerja 2 minggu lebih awal dari rencana awal. Untungnya di kantor pun kerjaan saya gak berat dan gak mengharuskan saya kerja berat.

Saya dan suami mulai cek ulang ke dokter untuk kondisi pasca SC dan dokternya menyarankan untuk menunda (tanpa KB) kehamilan berikutnya sampai paling tidak 6 bulan kemudian. Karena tanpa KB tambahan, jadi cuma preventif kondom aja, jika sampai hamil sebelum 6 bulan, dokter bilang gak masalah asal dipantau dengan lebih ketat.

Kami berdua tidak terlalu ngoyo tapi juga diam-diam berharap bisa kembali hamil. Jadi sesuai dengan saran dokter, kami tidak pasang KB khusus (baik itu pil, suntik, spiral dsb.) tapi hanya menjaga rutinitas berhubungan dengan selalu pakai pengaman. Tapiii, itu hanya bertahan di 4 bulan pertama. Selebihnya dilupakan.

Kurang lebih 9 bulan setelah SC, saya telat datang bulan (lagi - sebelumnya juga pernah telat sampai 10 hari tapi belum positif juga hasil testpack-nya) dan setelah dua minggu lebih telat barulah suami setuju untuk beli testpack atau cek ke dokter. Alhamdulillah ya Rabb, positif hamil.

Bahagia dan juga cemas karena bagaimanapun juga masih tersisa rasa trauma atas pengalaman hamil pertama. Saat ini, usia kehamilan saya memasuki +/- 26 minggu dan dalam hitungan kurang dari 3 bulan lagi kami harus mempersiapkan persalinan lagi.